Rabu, 02 April 2008

POKOK-POKOK KONFERENSI PERS

.




POKOK-POKOK

KONFERENSI PERS KELOMPOK DPD DI MPR

TENTANG MATERI AMANDEMEN UUD 1945

.

  1. Konstitusi adalah hukum dasar bernegara yang memerlukan perbaikan-perbaikan agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kehidupan berbangsa dan berbegara. Demikian pula halnya dengan usul perubahan lanjutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Karena sesungguhnya UUD 1945 bukanlah immortal constitution, melainkan konstitusi itu sendiri memungkinkan untuk diubah berdasarkan Pasal 37 UUD 1945. Perubahan lanjutan dilakukan, karena UUD 1945 harus terus menjadi the living and working constitution.
  2. Seiring dengan dinamisnya praktek sistem ketatanegaraan Indonesia, tentu konstitusi kita harus dapat menyesuaikan dengan kekinian dan masa depan. setelah perubahan konstitusi 1999 - 2002, meskipun desain konstitusi yang dihasilkan lebih baik jika dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan, tetap masih menyisakan problematika aturan main bernegara. Karenanya, perubahan kelima perlu dilakukan untuk terus menyempurnakan hukum dasar yang menjadi pegangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
  3. Pada Mei 2007 yang lalu Anggota MPR dari Kelompok DPD dan beberapa Fraksi/Parpol di DPD mengajukan usul Perubahan Pasal 22D UUD 1945. Untuk mengakomodasi berbagai pandangan dan pendapat yang berkembang, para pengusul menyepakati untuk belum meneruskan proses usul amandemen UUD 1945, dan akan melanjutkannya setelah melakukan pembahasan secara intensif dan komprehensif mengenai materi amandemen UUD 1945.
  4. Prinsip yang menjadi pegangan perubahan disepakati bahwa nama hukum dasar tetap menggunakan UUD NRI Tahun 1945, guna menjaga semangat perjuangan dan independensi yang melekat pada tahun kemerdekaan tersebut. Selanjutnya, hal-hal yang menjadi kesepakatan dasar MPR, ketika melakukan Perubahan Pertama hingga Keempat, juga terus ditegaskan dalam perubahan lanjutan ini, yaitu tidak berubahnya pembukaan, negara kesatuan dan penguatan sistem pemerintahan presidensial. Kesepakatan tersebut perlu ditegaskan, untuk menyatakan bahwa perubahan ke depan tidak akan membongkar pondasi dasar kehidupan bernegara khususnya yang berhubungan dengan Pancasila sebagai dasar negara. Kesepakatan-kesepakatan demikian disadari sebagai sebuah konsensus politik nasional, yang menjadi prasyarat kemungkinan berlanjutnya perubahan UUD.
  5. Format metode perubahan adalah tetap yakni addendum, untuk melanjutkan pola sebelumnya, sehingga maknanya amandemen selanjutnya menjadi perubahan kelima, dan seterusnya.
  6. Untuk menyusun naskah amandemen UUD 1945 yang komprehensif, Kelompok DPD di MPR melakukan serangkaian kegiatan yang meliputi:
    • Expert meeting yang melibatkan para ahli/pakar dan institusional dari berbagai disiplin ilmu yakni ahli/pakar hukum tata negara, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, serta beberapa Gubernur, Bupati, Walikota dan Asosiasi DPRD, yang representatif dari berbagai daerah di Indonesia serta para Pimpinan Redaksi media cetak dan elektronik.
    • Seminar dan Focus Group Discussion bekerjasama dengan perguruan tinggi (UGM, ANDALAN, UNIV '45 Makassar, UI, Unpad, UII, dll).
    • Rapat Dengar Pendapat dengan Lemhannas, LIPI, Lembaga Administrasi Negara, dan Lembaga Kajian Konstitusi (para mantan anggota Komisi Konstitusi).
  7. Secara substansi, perubahan lanjutan akan menyempurnakan prinsip saling kontrol dan saling imbang (checks and balances) pada cabang-cabang kekuasaan, yang meliputi:
    • Bidang eksekutif, pemilihan presiden secara langsung dengan membuka peluang adanya calon independen, yang akan merubah dominasi partai politik yang saat ini memonopoli pencalonan presiden.
    • Bidang legislatif, MPR ditegaskan sebagai joint session yakni, forum gabungan saat DPR dan DPD melakukan sidang bersama. Kewenangan DPD dikuatkan agar fungsinya sebagai penyeimbang DPR dapat dilaksanakan dengan lebih efektif. Pemilihan anggota DPD yang secara langsung melalui sistem perwakilan provinsi, harus disinkronkan dengan kewenangannya yang lebih kuat. Dalam proses legislasi, DPD tidak hanya terbatas memberikan pertimbangan, tetapi turut mempunyai hak suara untuk menentukan lolos tidaknya sebuah RUU perubahan tersebut. Selain penguatan fungsional, perlu juga dilakukan penguatan struktural, terutama berhubungan dengan personal DPD. Proteksi personal adalah dengan mengangkat hak imunitas DPD, yang saat ini ada tingkat UU ke tingkat konstitusi. Sehingga, sistem parlemen Indonesia ke depan akan mengarah kepada sistem parlemen bikameral yang efektif, meski tidak mengarah kepada bikameral yang sama kuat (perfect bicameralism). Karena, perfect bicameralism berpotensi mengarah kepada kebuntuan proses politik.
    • Bidang yudikatif, sebaiknya ditegaskan konsep MK sebagai court of law dan MA sebagai court of justice. MK sebaiknya diberikan kewenangan untuk menguji semua peraturan perundangan. Sedangkan MA diberikan kewenangan forum previlegiatum untuk memutus kasus kejahatan pada tingkat pertama dan terakhir bagi pejabat negara. Kewenangan MK juga perlu ditambah untuk memeriksa permohonan constitutional complaint. Kewenangan demikian adalah penting untuk menjamin aturan HAM di dalam konstitusi tidak hanya menjadi aturan kosong, tanpa perlindungan konkrit kepada semua warga negara. Masih di bidang HAM, secara legal drafting masih ada aturan yang tumpang tindih dan repetisi. Lebih substantif, masih diperlukan perubahan lanjutan, untuk menegaskan terwujudnya perlindungan HAM, misalnya terkait dengan jaminan kebebasan pers dan hak mogok.
    • Membangun pemisahan kekuasaan di dalam konstitusi, yang harus menampung lahirnya independent agencies,yang memperkuat bangunan negara hukum. Artinya, Komnas HAM, KPK, Komisi Kebebasan Pers, KPU harus diangkat menjadi organ konstitusi, untuk melakukan fungsi kontrol penegakan HAM, pemberantasan korupsi, menjamin kebebasan pers dan pemilu yang luber dan jurdil. Peletakkan independent agencies ke dalam konstitusi tersebut, disamping untuk memperkokoh bangunan negara demokrasi konstitusional Indonesia juga untuk menjawab makin kompleksnya permasalahan ketatanegaraan modern.
    • Reformasi hubungan pusat dan daerah, juga harus diagendakan dalam perubahan konstitusi kita. Dengan kuatnya tuntutan otonomi daerah, harus diberikan jaminan konstitusi yang tegas agar sejalan dengan bentuk negara kesatuan. Desain konstitusi, harus menemukan formula yang tepat untuk terus mendorong desentralisasi, yang tidak menumbuhkan potensi disintegrasi. Masih dalam konteks otonomi daerah, konstitusi juga mesti mempunyai norma yang berpihak kepada keberagaman dan kekhususan daerah, ataupun masyarakat adat setempat.
  8. Naskah materi usulan amandemen UUD 1945 tersebut belumlah bersifat final, karena masih merupakan bahan yang perlu terus didiskusikan dan disempurnakan melalui tahapan sosialisasi dan uji publik, baik kepada jajaran partai politik maupun seluruh stakeholders di daerah.
  9. Selain itu, Naskah materi usulan amandemen UUD 1945 dimaksud untuk bahan masukan kepada komisi/panitia nasional yang akan dibentuk oleh Presiden atau Presiden menugasi komisi yang telah ada untuk menelaah sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, dan pranatan hukum.
  10. Secara on line dapat dilihat di:

Tidak ada komentar: